Selasa, 18 Januari 2011

CV Abu

CV

Nama Lengkap                        : Miswari
Nama Panggilan                      : Miswari
Tempat lahir                            : Matangglumpangdua, Peusangan, Bireuen, Aceh
Tanggal Lahir                          : 12 September 1986
Kewarganegaraan                   : Indonesia
Agana                                      : Islam
Alamat                                                : Jl. KH Ahmad Dahlan 1, Banda Aceh
Jenis Kelamin                          : Laki-laki

Pendidikan Foemal:
  • MIN No. 1 Peusangan, Bireuen, Aceh: 1992—1998
  • MtS, Al-Kautsar-Al-Akbar, Medan, Sumatera utara: 1998—2001
  • STM Teladan, Medan, Sumatera Utara: 2001-2004
  • FKIP Bahasa Inggris, Universitas Abulyatama, Aceh: 2004—2010
  • Progampascasarjana Konsentrasi Pemikiran Islam IAIN Ar-Raniry: 2010—(?)

Pendidikan Non-Formal:
  • Leadership Basic Training, Pelajar Islam Indonesia (PII): Bireuen, Aceh: 2002
  • Intensive Brigade Training, Brigade Pelajar Islam Indonesia (PII): Bireuen, Aceh, 2003
  • Leadership Intermediate Training, Indonesian Islamic Student (PII): Aceh Besar: 2004
  • Training of Trainer Course, Pelajar Islam Indonesia (PII): Aceh Besar: 2004
  • National Administration Workshop, Pelajar Islam Indonesia (PII): Banda Aceh: 2004
  • Journalism Bacic Training, Gema Baiturrahman Weekly: Banda Aceh: 2004
  • Basic Training of Brigade PII,  Brigade Pelajar Islam Indonesia (PII): Langsa—Banda Aceh, 2005
  • Leadership Advance Training, Pelajar Islam Indonesia (PII): 2005
  • Instructor Education, Indonesian Islamic Student (PII): 2005

Pengalaman Organisasi:
  • Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PII) Bireuen: 2002—2004
  • Pengurus Wilayah  Pelajar Islam Indonesia (PII) Aceh 2004-2010
  • Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) 2010—2012

Pekerjaan:
  • Mahasiswa Programpascasarjana Konsentrasi Pemikiran Islam IAIN Ar-Raniry
  • Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII)

Redaksi Tujuan           : Rubrik Opini
Judul Tulisan               : “Krisis Pangan adalah Kesalahan Pemerintah?” 

Catatan: Tulisan merupakan pendapat pribadi.
»»  read more

Senin, 17 Januari 2011

Krisis Pangan adalah Kesalahan Pemerintah?

Tanggal 16 Januari lalu para pimpinan OKP/Ormas dan mahasiswa mengadakan sebuah Konferensi Pers di Aula Yakpi Mentreng Raya 58, Jakarta Pusat. Inti dari persoalan yang mereka sampaikan adalah menyatakan bahwa rezim SBY-Boediono telah gagal mensejahterakan masyarakat. Salah seorang dari utusan mahasiswa menceritakan bahwa di Ibu Kota sampai ada masyarakat yang terpaksa memakan nasi basi yang telah dikeringkan karena tidak mampu membeli beras.
Namun, benarkan SBY-Boediono yang paling bersalah atas krisis pangan yang dihadapi masyarakat?. Tahun 2011 adalah ancaman yang sangat besar bagi ketahanan pangan penduduk dunia. Beberapa sebabnya antara lain: Pertama, tanah yang rusak akibat pupuk yang berlebihan sehingga merusak produktivitas tanah. Tanah yang di tanami satu jenis tanaman tertentu saja di suatu area yang luas tidak hanya mengancam kesuburan tanaman, namun juga mengancam ekosistem alam. Kedua, kebutuhan air oleh pemukiman masyarakat, terutama masyarakat kota, menyebabkan kebutuhan air bagi pertanian kehilangan prioritas. Alasannya karena (1) akses air oleh pemukiman lebih mudah karena pemukiman cenderung lebih dekat dengan sungai (bukankah awal mula adanya pemukiman karena masyarakat menetap di pinggiran sungai guna memenuhi kebutuhan air?); (2) prioritas kebutuhan air untuk kebutuhan sehari-hari lebih penting daripada untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertanian dan; (3) masyarakat yang tinggal di area dekat aliran sungai sungai lebih mampu membeli/mengakses air daripada masyarakay petani.
Ketiga, peningkatan pesat jumlah penduduk menyebabkan masyarakat sering membangun perumahan di atas lahan pertanian sehingga menyebabkan lahan pertanian semakin menyempit. Keempat, Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat pesat harus disesuaikan dengan pembangunan jalan yang akan semakin menyempitkan lahan pertanian. Kompas (16/01) melaporkan, di China penjualan mobil di tahun ini diperkirakan mencapai 20 juta unit dan AS 5 juta unit. Semuai ini membutuhkan pembangunan jalan yang akan mengapuskan jutaan hektara lahan. Kelima, tidak adanya kenaikan produktivitas pertanian Fritjof Chapra (2005) menyatakan negara-negara penghasil teknonologi rekayasa pertanian selama 14 tahun terakhir tidak mampu menghasilkan jenis benih baru bagi tumbuhan sumber  pangan. Selain itu, kenaikan suhu global juga menekan produksi pertanian.
Melihat fenomena yang luar biasa di atas, saya kira tidak rasionel menuduh SBY-Boediono adalah penyebab krisis pangan. Meskipun demikian saya juga sepakat dengan pernyataan Rizal Ramli di sala-sela peluncuran buku tentang kisah Malari di TIM pada sabtu malam (15/01). Rizal menyatakan, terdapat banyak kebohongan dan pembohongan dalam survey pertumbuhan ekonomi kita. “Pemerintah baru melakukan survey pertumbuhan ekonomi rakyat ketika masa panen, ya, pasti lagi tumbuh dong ekonominya.” Kata Rizal disambut gelak tawa hadirin.
Selaku pedagang keliling yang sangat dekat dengan pasar tradisional dan masyarakat, saya melihat persoalan utama kemiskinan masyarakat adalah karena sistem perkreditan yang sangat membebani masyarakat terutama padagang, baik itu dari bank maupun rentenir. Tidak jarang dari mereka yang harus membayar bunga yang mencapai setengah dari jumlah pinjaman. Selain itu, budaya konsumtif masyarakat sangat tinggi sehingga mereka tidak lagi mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, mana yang harus di prioritaskan, mana yang tidak.
Celakalah bangsa yang memakan dari apa yang tidak mereka tanam dan memakai tidak dari yang mereka pintal.” Penggalan Puisi Kahlil Gibran ini hendanya menjadi semangat seluruh elemen bangsa, terutama elit pengambil kebijakan untuk meningkatkan segala jenis produksi kebutuhan masyarakat dan tidak dengan mudah mengimpor barang apa saja yang nantinya semakin tidak mendidik masyarakat untuk cerdas dan meruntuhkan sektor ekonomi mikro.
Di zaman reformasi seperti sekarang, kita memang dapat dengan mudah mengkritik pemerintah dan para elit pengambil kebijakan lain. Namun, OKP/Ormas dan mahasiswa jangan melupakan inti dari permasalahan. Saya melihat faktor utama dari kemiskin dan krisis pangan adalah sistem perbankan yang kejam dan  kesadaran masyarakat dalam pengelolaan tanah pertanian.
Solisi terhadap persoalan ini adalah mendesak pemerintah lebih giat mengucurkan kredit bebas bunga bagi masyarakat. Selanjutnya masyarakat perlu disadarkan akan bahaya berhubungan dengan segala macam dan sumber perkreditan berbunga. Masyarakat juga harus diberikan pencerahan agar tidak terus-menerus menjadi masyarakat konsumtif; kesadaran produksi harus ditanamkan. Juga, pencerahan ilmu tanah dan pertanian bagi para petani.
Sah-sah saja OKP/Ormas dan mahasiswa turun ke jalan untuk mengkritik pemerintah pada 28 Januari nanti. Ini adalah salah satu wujud negara kita sangat demokratis. Namun, OKP/Ormas dan mahasiswa harus sadar bahwa mereka saat ini hampir tidak lagi memiliki tempat di hati masyarakat meski suara merekalah yang di perjuangkan. OKP/Ormas dan mahasiswa kehilangan kedekatan dengan masyarakat akibat sering menciptakan huru-hara dan kerusuhan setiap turun aksi.
Kesan mahasiswa sebagai masyarakat intelektual akan lebih terasa ketika mereka mampu mencuri hati, merangkul, serta memberikan pencerahan, bimbingan dan penyuluhan bagi masyarakat; bukan dengan menjerit-jerit di jalanan.
»»  read more

Selasa, 11 Januari 2011

Tri Komitmen PII

BAB II
TRI KOMITMEN PII


II.1 Komitmen Ke-pelajar-an Pelajar Islam Indonesia (PII)

 Seorang siswa SMP yang dalam pikirannya hanya ada masalah sekolah dan persoalan keluarga; dengan aktivitas sehari-hari yang hanya sekolah, lalu pulang sekolah membantu orang tua membersihkan rumah dam mempelototi buku-buku pada malam hari berubah sangat-sangat derastis hanya dalam waktu tujuh hari. Kalau sebelumnya siswa SMP itu pekerjaannya hanya berangkat ke sekolah dan belajar, kini dia ke sekolah tidak hanya untuk belajar, namun juga untuk mengorganisir teman-temannya supaya memiliki kesadaran kritis dalam belajar. Dia juga sering memberi saran pada guru-gurunya mengenai strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa-siswa meresa betah dan nyaman.

Oleh Pelajar Islam Indonesia (PII), seorang siswa SMP yang dulunya hanya memikirkan perkara keluarga dan teman-teman, memikirkan kondisi ummat Islam dan masyarakat dunia. Kalau sebelumnya seorang siswa kerjanya hanya mengerjakan PR dari sekolah yang lebih cocok disebut penindasan, kini mereka menjadi mitra pimpinan-pimpinan lembaga pemerintahan bahkan hingga kepala pemerintahan daerah guna menyampaikan segala macam persoalan ummat serta mengawasi kinerja mereka.

Realitas ini hanya bisa ditemukan pada siswa, yang bahkan baru, setingkat SMP yang telah tersentuh oleh training PII. Inilah komitmen PII dalam membangunkan raksasa tidur dalam diri seorang anak, yang oleh masyarakat umum menganggap mereka sebagai kacung dan oleh PII menjadikan mereka agan, agen perubahan sosial. PII memberi pelajar sebuah pandangan dunia yang luas; PII memberi sebuah prinsip idelitas yang jelas. PII menanamkan prinsip dan Iman Islam pada pelajaran, membekali mereka mental yang tangguh serta memberi dorongan kuat pada pelajar untuk senantiasa mengembangkan intelektualitas.

Karakter kader PII yang seperti ini sering sekali mengancam eksistemsi mereka di lembaga pendidikannya sebab banyak guru-guru yang tidak senang akan protes dan kritik kader PII. Guru-guru yang maunya tidak ribet dan tidak mau susah-susah dalam melakukan pekerjaannya sering mengajar sebatas mengejar target kurikulum dan silabus lalu setiap bulan mengambil segepok uang yang disebut gajii; setiap seminar pendidikan berbondong-bondong para guru mengikutinya meski tidak mendengar satu katapun dari mulut pemareti seminar: yang penting pulang seminar dapat sertifikat. Sertifikat untuk penyataraan, lalu naik pangkat. Tujuan tertinggi adalah naik gaji. Itulah yang terlintas dalam otak hampir semua guru. Inilah pola pikir mayoritas guru. Jadi wajar seja mereka sering berbenturan pemikiran dan sering terjadi pertikaian dengan kader PII, siswanya. Kalau, dan sering, pertikaian ini terjadi, dapat dipastikan selalu kader PII yang dirugikan: mendapat nilai anjlok karena dendam guru dan bahkan ada yang dipecat dari sekolah karena menyuarakan kirik pada gurunya yang sama-sekali tidak idealis itu!

II.1.a Pelajar Sebagai Sasaran

Bagi PII, pelajar adalah sebuah entitas sosial yang paling signifikan dalam membentuk sebuah peradaban ideal di masa depan. Organisasi-organisasi lain pesimis akan kemampuan pelajar sebagai sasaran kaderisasi dan rekrutmen karena menggap mereka belum mampu mengemban tugas rekayasa sosial. Namun PII yakin pelajar adalah sasaran terbaik dalam membangun sebuah peradaban yang ideal. PII adalah penentu masa depan bangsa di masa depan. Pembekalan akan nilai-nilai ideal ke dalam diri pelajar adalah modal yang sangat potensial guna perubahan yang diharapkan. Ketika organisasi-organisasi lain tak terlintas dalam pikirannya untuk melihat potensi pelajar—pelajar sebagai bagian dari massa masyarakat yang sangat besar jumlahnya—PII menjadikan pelajar sebagai satu-satunya sasaran utama rekrutmen.

II.1.b Pelajar Sebagai Subjek

Pandangan PII terhadap dunia pendidikan berseberangan dengan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Bagi PII, pelajar tidak boleh menjadi sasaran pengajaran semata. Dalam sitem belajar-mengajar, pelajar harus lebih aktif daripada pengajarnya. Sistem seperti ini akan menjadikan pemikiran pelajar lebih aktif serta memiliki nalar kritis dalam merespon sesuatu. Mereka diarahkan untuk tidak menerima sesuatu secara mentah apa adanya. Bagi PII, pelajar  harus kritis dan dinamis. Hal ini akan menimbulkan progresifitas dalam diri setiap pelajar. Pengajar tidak boleh menjadi sebagai majikan yang hanya menyuruh saja pada siswa atau bukan sebagai algojo yang kehadirannya membuat siswa tertekan sehingga mematuhi segala titahnya. Seorang pengajar harus menjadi sumber semangat dan motifator pada siswanya agar mereka belajar atas semangat sendiri, bukan karena desakan dan paksan dari pihak manapun. Dalam diri setiap pelajar harus ada kesadaran akan pentingnya belajar bagi masa depan pribadi dan bangsa.

Karakter pelajar dalam pandangan PII adalah sebagai pelaku sejarah, bagian dari inti kebudayaan. Pelajar adalah kutub  di mana merekalah yang menentukan arah bangsa serta visi kebudayaan. Mereka sama sekali bukan objek dari gelaja-gelala sosial yang tidak jelas Arahnya.  

II.1.c Makna Pendidikan

Pendidikan dalam kacamata PII bukanlah pendidikan yang diatur secara ketat oleh negara dan masyarakat, memiliki limit waktu tertentu dan sangat bergantung pada angka-angka. Pendidikan dalam pandangan PII adalah pendidikan versi Rasulullah Saw. Yaitu “Mulai dari ayunan hingga liang lahat”. Beda kader PII dengan pelajar kebanyakan adalah mereka tidak hanya belajar karena desakan pengajar, namun mereka belajar karena keinsyafan akan pentingnya ilmu dalam kehidupan. Kader PII, tidak seperti  pelajar kebanyakan, tidak hanya mempelajari disiplin-disiplin tertentu sesuai dengan bidang yang dibebankan lembaga pendidikan tempat mereka belajar saja. Kader PII adalah mereka yang terus senantiasa berusaha menguasai segalai macan bidang ilmu; senang mengikuti forum-forum diskusi ilmuah serta; memiliki jiwa seni yang tinggi.


II.2 Komitmen Ke-Islam-an Pelajar Islam Indonesia (PII)

 Pelajar Islam Indonesia (PII) ada karena Islam. PII hadir untuk mendakwahkan Islam kepada ummat. PII adalah organisasi yang mencita-citakan tegaknya Islam di muka bumi. PII tidak mengenal perbedaan mazhab dan aliran pemikiran dalam Islam. Bahkan PII lahir karena ingin menyelesaikan pertengkarang perbedaan pemikiran dalam internal Islam. Awalnya PII lahir untuk menjembatani perselisihan dan pertikaian antara pelajar sekolah dengan santri pondok pesantren. Santri pondok pesantren menuduh mereka yang sekolah adalah mereka yang kafir karena menuntut ilmu dari penjajah. Doktrin ini memang merasuk bagi santri sebab mereka sejak dini telah ditanamkan kebencian pada Belanda dan segala prilaku-prilaku yang berkaitan dengan mereka. Padahal anak sekolah saat itu tidak lagi ada hubungannya dengan Belanda, namun karena sistem dan simbolnya masih sama, lahir klaim dari santri. Pelajar sekolah melihat mereka yang menuntut ilmu di pondok pesantren takkan mampu memberikan apaun bagi masa depan bangsa sebab mereka hanya mempelajari kitab-kitab yang sama sekali tidak mampu menjawab tantangan zaman. Nah, perselisihan inilah yang membuat para penggagas PII terinspirasi untuk melahirkan sebuah organisasi yang mampu menjembatani perbedaan pola pikir kedua kelompok ini serta dapat menyatukan mereka. Sebab, mereka berfikir, dengan usia kemerdekaan yang baru seumur jagung, akan menjadi ancaman besar bagi masa depan bangsa bila pelajar yang menjadi penentu arah bangsa di masa depan telah bertikai, membuat sekte dan berkubu. Lebih dari itu: saling membenci dan memaki serta selalu menghidupkan api dendam. PII lahir.

Islam yang didakwahkan PII adalah Islam yang murni dari Al-Qur’an dan Hadits yang terpercaya. PII tidak mengenal perbedaan mazhab, aliran, ras dan suku bangsa. PII mencita-citakan tegaknya Islam yang bebas dari pertengkaran mazhab dan perbedaan pemikiran keagamaan. PII mengajak kadernya untuk (i)mengimani Islam; (ii)mengilmui/mengkaji; (iii)mengamalkan serta (iv)mendakwahkannya.

II.2.a  Iman
Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk mengimani Islam dengan benar dan mendalam, tidak menyekutukan Allah dengan sebarang sesuatu apapun.  Iman adalah hal pokok dan paling utama dalam ber-Islam. Islam tidak mengedepankan itelektualitas dan kearifan yang berasal dari barat dan timur. Islam mengutamakan iman yang dibuktikan dengan:

 “Kebajikan itu bukan menghadapkan wajah ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan adalah (kebajikan)orang yang beriman kepada Allah, hari akhir malaikat-malaikat,kitab-kitab dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, orang-orang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa-masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

“Takwa adalah melaksanakan sesuatu seakan-akan engkau melihat Allah. Dan bila tidak, maka ketahuilah bahwa Dia senantiasa melihatmu” kata Rasulullah Saw. Jadi iman adalah bekal agar kita tahan terhadap segala macan ujian dan penderitaan. Pada kesempatan yang lain Allah menegur orang-orang yang mengaku telah beriman padahal mereka belum diuji dengan segala macan penderitaan sebagaimana Allah telah menguji orang-orang sebelum mereaka.  Selain untuk tahan dari segala macam ujian. Iman juga sebagai dasar bagi kita untuk melaksanakan segala macam ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT dan yang telah di anjurkan Rasululllah Saw.

II.2b  Ilmu
Allah SWT tidak akan menerima ibadah apapun dari hambanya kalau ibadah yang dia lakuka itu tanpa didasari pengatahuan yang benar. Ibadah tanpa ilmu akan tertolak. Meskipun pengamalan sesuatu lebih penting dari pengetahuan akannya, Namun tanpa didasari pengetahuan, pengamalan itu akan sia-sia. Ilmu memiliki posisi yang sangat sakral dalam Islam. Islam mengumpamakan orang yang berilmu dengan yang tidak seperti orang yang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Orang yang pintar, kata Rasulullah Saw, adalah mereka yang senantiasa mengingat akan kematian orang yang cerdas adalah mereka yang selalu mempersiapkan bekal bagi kamatiannya.

Allah SWT mewahyukan, bahwa hanya orang-orang yang berilmu saja yang selalu mengingat Allah baik sembari dia berdiri, duduk maupun berbaringnya. Mereka yang berilmu selalu merenungkan setiap kejadian alam semsta: baik itu pergantian siang dan malam; bahtera yang berlayar di autan maupun fenomena-fenomena alam yang lain.

II.2.c  Amal
Islam adalah agama yang mengutamakan pengamalan dari sekedar pengetahuan. Perbedaan orang yang beriman dengan yang kafir adalah pada cara mereka merespon musibah serta ada tidaknya mereka mengamalkan perintah-perintah Allah serta ajaran-anjuran nabinya. Pengamalan harus dilandasi dua perkara yaitu keilmanan atau benar-benar tulus niatnya untuk mendapat ridha Allah SWT dan memiliki bekal pengetahuan akan apa yang diamalkannya.

II.2.d Dakwah
Pernyataan-pernyataan yang menyerukan AGAMA ADALAH URUSAN PRIBADI adalah pernyataan yang sesat dan menyesatkan. Hal ini benar-benar bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islam. Islam memerintahkan kita untuk beramal serta mendakwahkan Islam. Karena bila Islam itu dijalankan oleh kita-kita saja sementara kita sendiri membiarkan orang-orang lain bergelimpanagan pengingkaran terhadap Islam, maka Allah SWT mengancam kita yang beramal ini pula akan turut merasakan azab dunia berupa bencana akibat ulah mereka yang ingkar. Islam mengilustrasikan pelaku maksiat seperti orang yang melubangi perahu. Bila kita tidak mencegah dan sedapatnya menghentikan perbuatannya maka semua akan turut tenggelam, semuanya turut meresakan azab dunia akibat pelaku maksiat.

Islam sangat melarang orang yang menganjurkan orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik atau melarang seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang buruk sementara dia sendiri masih meninggalkan sesuatu yang baik itu dan masih melakukan sesuatu yang buruk itu. Sangat besar kemarahan Allah bagi orang yang melakukan dakwah seperti ini.

Kata Ibnu Taymiyah dalam kitabnya Siyasah Syar’iyah: “Dakwah adalah upaya mencuri hati”. Jadi dakwa samasekali bukan pemaksaan kehendak kepada orang lain. Dakwah harus menempuh jalur persuasi yang baik sehingga apa yang kita dakwahkan itu dapat merasuk ke dalam hati dan sanubari sasaran dakwah.

II.3 Komitmen Ke-Indonesia-an Pelajar Islam Indonesia (PII)

Telah sangat banyak yang diberikan organisiasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang lahir 1947 ini pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam masa Revolusi Fisik, PII telah banyak menyumbangkan kadernya dalam menumpas pasukan sekutu. Demikian pula dalam usaha memberantas Komunisme di Indonesia, PII menjadi salahsatu garda depan. Meskipun PII dianggap illegal oleh pemerintah selama kurang lebih satu dasawarsa, sejak pertengahan 1980-an hingga 1990-an karena menolak UU Kepemudaan yang mewajibkan seluruh organisasi kepemudaan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi, PII tetap berkontribusi dalam kaderisasi guna menyiapkan pemimpin bangsa yang teguh dengan prinsip-prinsip Islam, kepedulian terhadap dinamika dan persoalan ummat serta intelektualitas tinggi.

 Berkat perjuangan yang tidak kenal lelah sejak awan kebangkitannya PII telah mampu menyumbangkan kader-kader terbaiknya di segala lini perpolitikan, kewirausahaan, militer, dunia pendidikan dan banyak bidang lainnya. Menyebarnya kader-kader PII ke hampir semua bidang diharapkan mereka mampu menjalankan tugas di bidang masing-masing guna mengusahakan Indonesia ke arah yang lebih baik.

 Sejak awal perekrutannya, PII senantiasa mendoktrinkan tiga komitmen pada kadernya yaitu komitmen kepelajaran, keislaman dan keindonesiaan. Indonesia sebagai negara besar secara geografis selain memiliki potensi sumber daya alam yang kaya juga memiliki potensi sumberdaya manusia yang cerdas ulet dan kompeten. Bila semua potensi yang dimiliki bangsa ini dikelola dengan baik, kita yakin bahwa Indonesia dengan cepat akan berubah menjadi negara maju, jauh meninggalkan negara-negara adidaya sekarang.

 Pengelolaan atas aset bangsa yang kaya haruslah diamanahkan pada sosok-sosok yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat serta memiliki prinsip dasar yang teguh. Terutama, mereka harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Dan PII, mampu dan telah terbukti, menghasilkan segudang kader yang memenuhi indikator yang dimaksud.

 Persoalan yang dihadapi rakyat tidak mampu ditangani pemerintah secara seksama adalah kurangnya para pengelola pemerintahan memiliki kepekaan terhadap penderitaan yang dihadapi rakyat. Dalam mengatasi hal ini, PII sejak dini membiasakan kadernya bersentuhan langsung dengan rakyat.

 Nasi ummat adalah makanan yang paling populer dalam konsumsi training-training PII. Tujuannya adalah agar sejak awal kader-kader tau bahwa mereka telah mengisi perut mereka yang lapar dari hasil keringat dan jerih payah ummat secara langsung. Nasi ummat lebih dari sekedar makaan penghilang lapar. Nasi ummat adalah sebuah majelis dimana pelajar yang kelak menjadi pemimpin ummat melihat dan mendengarkan langsung derita dan perderitaan ummat dan nasi itu adalah cinta di dalam bungkusan.

Seorang pemimpin agar dapat benar-benar mengurusi rakyatnya haruslah dia memiliki kepekaan emosional terhadap persoalan ummat hingga sedetail mungkin. Selain itu dia juga harus mengetahui cara jitu mengatasi aneka problematika mereka. Mungkin hal inilah yang membuat pihak rektorat perguruan tinggi mengadakan KKN untuk mahasiswanya. Namun KKN orientasinya hanyalah nilai. Mahasiswa yang dilepaskan ketengah masyarakat itu tidak memiliki landasan prinsip yang teguh dan miskin visi. Sehingga KKN hanya menjadi bagian dari target akademik semata.

 PII sejak awal telah menanamkan prinsip-prinsip Islam yang teguh ke dalam dada setiap kadernya. Prinsip kesatuan antar ummat Islam itu seperti satu anggota tubuh: bila satu bagian terluka, seluruhnya merasakan sakitnya. PII juga memiliki visi yang jelas yaitu membentuk sebuah kebudayaan yang sejahtera dan damai. PKP merupakan ajang kader-kader PII melihat dan ikut merasakan langsung bagaimana pahit-getirnya penderitaan ummat. Kader PII yang ikut menyatu dengan ummat dalam ajang PKP memiliki kepakaan yang luarbiasa terhadap penderitaan ummat tergugah hatinya, tergerakkan badannya untuk bertindak mensolisikan aneka persoalan mereka. Bermodalkal intelegensia tinggi, kader PII tahu akar sebab penderitaan ummat. Dengan jiwa kepemimpinan yang ditanamkan, mereka dapat merebut posisi-posisi strategis di berbagai bidang sehingga dapat menghapuskan seluruh persoalan ummat dengan efektif dan efesien.

 Primordialisme adalah penyakit parah yang dapat mengancam kemajuan sebuah negara yang paling majemuk di dunia yaitu Indonesia. Pluralitas suku dan kebudayaan haruslah menjadi peluang kompetisi konstruktif bagi kemajuan bangsa. Bila kita tidak mampu menawarkan sebuah visi yang dapat mempengaruhi seluruh elemen bangsa, maka potensi pluralitas ini malah akan menjadi penyakit yang sangat luar biasa dan mengancam kesatuan dan menghambat kebangkitan Indonesia. PII melalui Falsafah Gerakan dan Khittah Perjuangannya mampu menjadikan pluralitas ini menjadi potensi positif dalam mencerdaskan dan menyatukan keragaman bangsa. PII tidak pernah membeda-bedakan asal daerah dan suku kadernya dalam berkompetisi di lingkunyannya. PII tidak pernah mendiskreditkan salah-satu daerah atau suku dan tidak pernah menempatkan suku dan daerah tertentu pada posisi yang khusus. Bahkan PII yang berasas Islam tidak pernah mempersoalkan mengenai khilafiyah dalam Rumah Tangga Islam. Prinsip inilah yang membuat kader PII tidak pernah mengenal yang namanya konflik agama, ras dan adat-budaya.

Hampir tidak ada kader PII yang terlibat dalam aksi separatisme. Sebaliknya hampir semua kader PII dengan berbagai latar-belakang profesi selalu terlibat dalam upaya integrasi dan pembangunan komitmen kebangsaan.

 Kita sadar betul akan potensi-potensi Indonesia yang sangat besar sehingga Indonesia sebagai negara maju beberapa dasawarsa ke depan bukanlah sebatas mimpi dan imajinasi, namun benar-benar akan terwujud melalui analisa rasional dan objektif ditambah dengan banyaknya gejala yang sedang mengarah ke arah sana.

Mulai dari militer, ekonomi, politik hingga dunia pendidikan, PII telah sangat banyak memberikan sumbangsihnya bagi bangsa ini. Meskipun demikian, PII tidak sama dengan organisasi lain yang suka membesar-besarkan peran dan fungsinya ketika ada kadernya yang menjadi pahlawan bangsa. PII bukan tipe organisasi yang suka mengkultus nama-nama tertentu dari kadernya. Bahkan PII lebih suka menyumbang kader-kadernya ke lembaga jenis apapun agar dia mampu terus senantiasa mengembangkan diri meski kadang-kadang ada beberapa kader PII yang benar-benar melupakan PII sebagai organisasi yang telah membuka matanya dan mengaktifkan nalar kritisnya.

 PII tidak mengenal yang namanya senioritas. Oleh sebab itu, kalaupun ada kader PII yang telah punya posisi strategis di lembaga manapun, kader-kader PII yang usianya jauh lebih muda darinya, tidak segan-segan mengritiknya kalu dia salah dan keliru.

Para kader organisisi lain, terutama sesama organisasi Islam suka menghina PII sebagai organisasi yang tidak becus mengurus kadernya. Komentar ini mereka lontarkan karena mungkin mereka sering menemukan kader PII yang masih aktif di kepengurusan dan belum selesai seluruh jenjang kaderisasinya tidak memiliki kefakihan yang baik. Maklum saja mereka menghardiknya sebab mereka tidak tau bahwa PII lebih suka merekrut pemuda berandalan, bandel dan ugal-ugalan dari pada yang shalih dan shalihat. Kalau mereka sudah faqih, cerdas dan beradab, untuk apa lagi diganggu. Untuk menambah jumlah massa? PII tidak!

PII lebih suka memfungsikan diri seperti bengkel, di mana hanya pemuda yang tidak baik dibaikkan di sini. Jadi kalu mau cari mobil yang bagus jangan cari di bengkel. Kalau mau lihat hasil "reparasi" PII, lihatlah kader-kader PII yang sudah menghabiskan seluruh jenjang kaderisasi PII dan telah menyelesaikan seluruh eselon amanah kepengurusan PII. Dan untuk lebih meyakinkan: bandingkan dia sebelum disentuh PII!

»»  read more