Rabu, 08 Desember 2010

Aku, Dewa Matahari dan Mimpi Seekor Bayi Elang

Aku tidak mudah jatuh cinta
Tapi saat getar-getar cinta itu mulai terasa
Aku seperti jejaka yang setiap harinya bangun jam lima senja, di mata dara-dara

Hina-dina
Dibenci
Diasingkan
Tak dihargai
Terbuang
Merana seperti bayi elang yang ditinggal mati induknya di sarang yang teletak tinggi di bukit terjal jauh di angkasa

Menunggu sesuatu yang tidak akan kembali
Mengarapkan hidup berlanjut dan terbang tinggi menyongsong langit yang tinggi
Menembus awan dan menjadikan bukit tertinggi hanya sebagai persinggahan

Tapi dia tidak menyadari setan maut akan segera bertepi kepuncak bukit terjal itu dan segera membawa bayi elang malang itu pergi

Duh, bayi elang yang malang

Maka cintaku adalah harapan yang membumbung tinggi
Cintaku adalah seluruh jiwaku
Terletak diantara daging dan darah jauh di dalam sumsum tulang
Cintaku punya imajinasi yang tinggi

Setiap senja tiba cintaku duduk munum kopi di atas permadani awan tebal sembari menyaksikan indahya matahari senja

Matahari senja adalah gagah perkasa
Tapi dia tidak bisa berlama-lama
Sinar perkasa itu harus tundunk pada kekuatan raksasa sang waktu

Aku merenungkan pengorbanan sang matahari
Gagah perkasa namun tunduk pada sang waktu cinta

Aku membayangkan pengorbanan matahari demi cintanya pada sang waktu
Harus mengurungkan sinarnya
Meredamkan cahaya
Berkorban demi bersemainya cinta-cinta yang lain di bawah awan

Pengorbanan matahari harus direnungkan semua pemain cinta pada malam hari

Aku memandangi sepasang srigala di hutan belantara yang mengurungkan taring dan cakarnya demi bermain cinta

Di sebuah lorong di satu sudut kota: sepi, angin mendesir
Kutemukan seorang pria yang siangnya menjadi tukang tambal ban sepeda dan seorang perempuan yang kala matahari tersenyum berperan sebagai guru mengaji
Mereka berdua sedang larut dalam cinta
Cinta yang sepi dan tersembunyi namun akan melahirkan seorang ksatria Hanoman

Duhai segala jiwa yang bercinta setiap malam-malamnya,
menyembahlah kamu sekalian pada matahari setiap tibanya di pagi
hari

Kalau bukan karena pengorbanan cinta sang matahari,
kalau bukan karena sang raja cahaya mengurungkan sinarnya,
aku menduga kalian takkan mengenal yang namanya cinta

Berterimakasihlah kalian semua pada sang surya
Dialah pecinta sejati

Pecinta sejati adalah yang mengorbankan cinta dan rela menghancurleburkan jiwanya demi bersemainya cinta-cinta di muka bumi

Aku yang tinggi
Aku yang sepi
Telah melihat bagaimana pengkhianatan kalian yang banyak pada cinta-cinta kalian

Kalian menyakiti hati sang dewa matahari
Dia bahkan telah mengutus bulan agar kalian tetap dapat menari

Disini dengan gerak yang syahdu sekali,
aku berdiri dan merunduk sedikit pada sang matahari
Sebelah tanganku di dada dan satunya lagi terlentang kesamping Sebagai hormatku pada sang pecinta sejati

Aku dan matahari punya sejarah yang tidak jauh beda

Mentra 58, 2 Des. 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar