Selasa, 08 Februari 2011

sk1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional menurut UU 1945 (versi amendemen) Pasal, 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan seta akhlak mulia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang". Di sini dapat kita temukan bahwa peningkatan keimanan, dan ketakwaan adalah kewajiban mutkak oleh pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan ini, harus ada kesamaan sudut pandang dan tujuan oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, baik itu pemerintah, pendidik (guru), komite sekolah, orang tua peserta didik dan peserta didik sendiri.

Indonesia adalah satu Negara yang memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah sehingga banyak dari warganya yang terpaksa menjadi babu di negeri orang dan mengais sampah di negeri sendiri. Menurut Munawar Sholeh (1995:12) "Rendahnya SDM negara kita, dikarenakan rendahnya mutu pendidikan" selanjutnya, masih menurut Shaleh, "...pendidikan adalah kunci untuk membangun sumberdaya manusia (SDM)". Apa penyebab rendahnya mutu pendidikan kita? Bukankah tujuan yang diusung sangat mulia dan berbobot? Faktor apa yang menyebabkan mutu pendidikan kita rendah?

Banyak pendapat menyebutkan keluarga dan lingkungan adalah penentu utama tumbuh kembangnya seorang peserta didik. Namun posisi ini sekarang perlahan akan berubah dan sekolah akan mengambil peran utama dalam menentukan tumbuh kembangnya peserta didik karena intensitas kurukulum yang semakin padat, jam belajar yang terus bertambah dan tugar-tugas rumah oleh sekolah telah menyita seluruh waktu anak usia sekolah. Di satu sisi kita menemukan efek positif, yakni peserta didik selalu berada dalam kegiatan yang positif. Namun pada sisi yang lain peserta didik akan kehilangan waktu senggang untuk bermain, bercengkerama dengan anggota keluarga dan terlibat di tengan-tengah pergaulan sosial. Hal ini akan sangat mengancam kreatifitas, hati nurani dan rasa tolesansi peserta didik, terutama mereka yang . Hal ini sangat mempengaruhi kedisiplinan siswa dalam belajar. Sebab, kedisiplinan hanya akan tercapai bila kurikulum sesuai untuk kepasitas peserta didik, tenaga pengajar (guru) yang menyenangkan dan kondisi psikologis peserta didik, terutama mereka yang baru duduk di bangku Sekolah Dasar atau Madrasah ibtidaiyah.

Untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik,
tenaga pendidik harus menghindari sistem mengajar yang dapat membuat peserta didik merasa jenuh, tegang dan bosan. Kejenuhan belajar dan rasa bosan dapat memicu lahirnya potensi anti-disiplin dalam diri peserta didik. Pendidik harus mampu menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman dan tidak dengan memasifkan peserta didik. Peserta didik harus diupayakan agar terlibat aktif dalam pengajaran supaya terciptanya suasana "demokratis" dalam kegiatan belajar-mengajar. Menurut Zamroni (2005:125), "...pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia 'demokratis'." artinya, guru tidak boleh menggunakan "sistem komando" bila ingin menciptakan suasana belajar yang disiplin. Selain itu, dalam memberikan tugas rumah, tenaga pendidik harus mempertimbangkan banyak faktor seperti kesempatan bermain siswa, kesempatan menjalin komunikasi dengan keluarga dan kesempatan berinteraksi dengan masyarakat di lungkungan rumahnya. Disamping itu, pemerintah harus lebih peka dalam menerapkan segala macam peraturan dan keputusan. Bila semua pihak mampu menjalankan tugas masing-masing dengan baik, maka tujuan pendidikan nasional akan tercapai sesuai yang diharapkan.

Bila hal itu belum mampu terpenuhi, maka kedisiplinan siswa dalam belajar akan sulit ditingkatkan. Salahsatu mata pelajaran yang suka membuat peserta jenuh adn bosan sehingga menyebabkan mereka melanggar batas-batas kesopanan dan kedisiplinan adalah Fiqih. Fiqih adalah mata pelajaran yang sangat penting sebagai bekal peserta didik dalam menjalankan ibadah agama dalam kehidupannya. Disamping itu, Fiqih juga adalah ilmu yang memberikan pengetahuan pada peserta didik sehingga mereka mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi, Fiqih adalah mata pelajaran yang sangat fital dalam kurikulum pendidikian Madrasah Ibtidaiyah.

Dari uraian di atas, penulis tertarik dan merasa terpanggil untuk menyusun skripsi berjudul: "Upaya peningkatan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih pada MIN Suak Bilie kecamatan Suka Makmue kabupaten Nagan Raya"

Adapun alasan penulis mengambil judul tersebut adalah:

1. Penulis ingin mengetahui kriteria kedisiplinan peserta didik dalam pembelajaran Fiqih.
2. Penulis ingin mengetahui sebab-sebab ketidak-disiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih.
3. penulis ingin mengetahui cara-cara peningkatan kedidiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih.
4.Penulis ingin menrapkan cara-cara peningkatan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih.
5. Penulis ingin melihat perbandingan pengaruh pembelajaran sebelum dan sesudah penerapan cara-cara peningkatan kedisiplinan siswa diterapkan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan
Agar permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini terarah dan tidak melebar, perlu diberikan pembatasan. Penulis membatasi penelitian pada:

1. Kriteria kedisiplinan peserta didik dalam pembelajaran Fiqih.
2. Sebab-sebab ketidak-disiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih.
3. Cara-cara peningkatan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran Fiqih.
4.Penerapan cara-cara peningkatan kedisiplinan siswa da

Tidak ada komentar:

Posting Komentar